Rizqi Fahma - bagaimana cara mendapat beasiswa LPDP, tips LPDP, kuliah diluar negeri di Belanda

Rasanya Mendapat Beasiswa LPDP [Pengalaman Nyata]

Beasiswa LPDP, beasiswa terbaik yang pernah ada dan yang pernah saya dapatkan

Tahun 2015 menjadi salah satu tahun yang paling berkesan dalam hidup saya, dimana saya berhasil mewujudkan salah satu mimpi saya yang paling agung. Mimpi tersebut adalah kuliah diluar negeri.

Alhamdulillah, saya menerima kabar gembira bahwa saya mendapat beasiswa LPDP.

Kronologi

24 April 2015: Saya mengumpulkan berkas pendaftaran saya ke website LPDP

29 April 2015: Lulus administrasi beasiswa LPDP

28 – 29 Mei 2015: Wawancara beasiswa LPDP di Makassar (Saya berasal dari Sulawesi Selatan)

10 Juni 2015: Lulus wawancara (mendapat beasiswa) LPDP Luar Negeri

7-12 September 2015: Persiapan Keberangkatan (PK 40)

5 Oktober 2015: Perkuliahan di IHS Erasmus Universiteit dimulai

Dalam rentang waktu sekitar 3 bulan itu ada banyak hal yang saya lakukan. Mulai dari melengkapi berkas pendaftaran yang cukup menyita waktu dan tenaga, sampai mengurus LoA.

Beruntung, saya dibantu keluarga, dan teman-teman saya yang membantu memgurus rekomendasi dari dosen, dan transkrip nilai saya.

Tidak selesai sampai disitu, setelah mendapat pengumuman beasiswa LPDP, kami dibagi kedalam grup-grup Persiapan Keberangkatan (PK) yang wajib kita ikuti sebelum menempuh perkuliahan. Waktu itu saya masuk kedalam PK 40. Setelah mengetahui PK masing-masing, kita kemudian disibukkan dengan kegiatan-kegiatan pra-PK (kegiatan sebelum Persiapan Keberangkatan LPDP)

Mengurus LoA (Letter of Acceptance)

Ditengah kesibukan mengurus pra-PK ini, saya juga harus berpacu dengan waktu, berhubung karena perjuangan masih belum selesai.

Malah baru memasuki tahap selanjutnya, yaitu:

Mencari kampus tujuan kuliah.

Mencari kampus tujuan itu gampang-gampang susah.

Tapi, karena saya sudah punya kampus tujuan yang jelas, yang masuk 100 besar dunia , dan jurusan yang saya pilih pada kampus tersebut relevan dengan jurusan pendidikan terakhir saya, maka bisa dikatakan prosesnya tidak terlalu sulit. Karena saya tidak perlu mencari dari kampus tujuan dari nol.

Mengetahui kampus tujuan itu sangat penting, bahkan bisa dikatakan adalah hal yang wajib sebelum mendaftar beasiswa LPDP. 

Kampus apa yang saya pilih? Erasmus Universiteit, Rotterdam.

Di Erasmus Universiteit Rotterdam itu terdiri dari banyak “sekolah-sekolah”, diantara sekolah-sekolah itu, saya memilih IHS, yang berfokus pada Urban Studies (S1 saya di program studi Pengembangan Wilayah dan Kota).

Alhamdulillah, saya mendapatkan LoA setelah mengurus kurang lebih 2 bulan.

Persiapan Keberangkatan (PK)

Tidak terasa, setelah semua kegiatan-kegiatan pra-PK, yaitu:

  • meetup di setiap regional masing-masing
  • membuat agenda kegiatan bakti sosial
  • membagi tugas-tugas untuk kegiatan PK (seperti misalnya bagian desain, pengumpulan dana, dokumentasi, dll)
  • membuat video-video pra-PK

Akhirnya tibalah saatnya kegiatan Persiapan Keberangkatan ini.

PK ini berlangsung selama sekitar seminggu. Berlangsung sejak pagi-pagi sekali (Sekitar jam 06.00) sampai malam (Sekitar jam 21.00/22.00). Bisa dikatakan kegiatan PK ini cukup menguras tenaga, karena materi diberikan berlangsung sejak pagi sampai malam hari, selama beberapa hari. Hari terakhir diisi dengan kegiatan outbound.

Meskipun cukup menguras tenaga, kegiatan ini sangat penting dan bermanfaat untuk memantapkan persiapan sebelum kuliah di kampus tujuan masing-masing.

Saya berkenalan dengan banyak teman-teman baru dari banyak lokasi yang berbeda di Indonesia.

Selain bertemu dengan teman-teman baru, PK  LPDP juga menampilkan pemateri-pemateri yang inspiratif, ahli dibidangnya, dan telah berkontribusi dalam pembangunan, dan berkontribusi dalam memajukan kehidupan masyarakat sekitar. Seperti Ricky Elson, panglima TNI, dll.

Mengurus Visa (Ditanggung LPDP)

Setelah PK, waktunya kembali melanjutkan urusan administrasi, sebelum berangkat ke negara tujuan.

Kenapa? Karena saya tidak akan bisa berangkat ke Belanda jika administrasi-administrasi saya tidak lengkap. Salah satu yang wajib saya miliki adalah visa.

Karena sudah mendapat LoA (Letter of Acceptance), proses pendaftaran untuk visa ke Belanda saya bisa lebih mudah, karena sudah mendapat semacam “invitation” untuk tinggal di Belanda selama setahun dari kampus saya.

Biaya pengurusan visa ini ditanggung sepenuhnya oleh sponsor saya, yaitu LPDP. Visa yang saya pegang adalah Verblijfstitel, semacam ijin tinggal di Belanda yang dengan kartu ini saya bisa ke hampir seluruh negara-negara di Eropa tanpa visa tambahan.

Tiket pesawat ditanggung LPDP

Nah ini juga sangat-sangat penting untuk diurus (secepatnya).

Apalagi bagi saya, yang waktu itu perkuliahan saya akan mulai dalam beberapa minggu.

Beberapa minggu coba, waktu yang sangat mepet karena penerbangan ke Belanda saat itu sedang ramai sekali. Saya yang sudah melakukan pemesanan segera setelah saya PK, harus menunggu (masuk waiting list). Padahal jadwal kuliah tinggal menghitung hari.

Alhamdulillah, beberapa hari sebelum tanggal keberangkatan, saya mendapat tiket. Harga total tiket saya ke Belanda dari Makassar waktu sekitar 17 juta rupiah.

Alhamdulillah, ongkosnya ditanggung oleh LPDP, dan dibantu oleh agency travel yang bekerjasama dengan LPDP. Kalau tidak dibantu dan ditanggung oleh LPDP, saya pasti tidak akan berangkat.

Biaya kuliah? Tentu saja pasti ditanggung LPDP

Semua biaya kuliah saya di Belanda ditanggung oleh LPDP. Saya bahkan tidak perlu membayarkan uang kuliah saya sendiri ke pihak kampus. Karena yang mengurus itu semua adalah pihak LPDP.

Biaya asuransi? Tenang saja, ditanggung LPDP juga

Bukan hanya uang kuliah, uang tiket (pulang pergi), biaya pembuatan visa, biaya asuransi pun ditanggung oleh LPDP.

Biasanya ada beasiswa yang sifatnya partial (komponen biaya yang ditanggung hanya sebagian). Dan biasanya yang seperti itu tidak menanggung biaya asuransi kita selama kuliah.

Saking terbaiknya LPDP, biaya asuransi pun juga termasuk dalam komponen biaya yang ditanggung.

Bisa kah kalau kuliah di Belanda tanpa punya asuransi?

Uhm… Unlikely. Bisa dikatakan anda tidak bisa kuliah tanpa asuransi. Sepengetahuan saya itu adalah salah satu persyaratan untuk bisa tinggal di Belanda.

Semua mahasiswa yang kuliah di Belanda harus punya asuransi. Terutama mahasiswa internasional (termasuk dari Indonesia). Maka mau tidak mau saya juga harus punya asuransi. Biaya asuransi per tahun biasanya sekitar 200an Euro (Sekitar 3 juta rupiah).

Uang biaya hidup? Masha Allaah…  Ditanggung LPDP

Ini salah satu kesyukuran yang tak terhingga. Bagaimana tidak, biaya hidup saya selama kuliah di Belanda juga ditanggung oleh LPDP.

Biaya kuliah saya sendiri setahun sebesar 11.900 Euro (Rp 187.866.641) – kurs per 13 September 2017.

Lalu pembayarannya bagaimana?

Uang biaya hidup ini dikirimkan oleh LPDP ke rekening bank Belanda saya setiap 3 bulan sekali.

Berapa nominalnya? 1200 Euro setiap bulan, jadi setiap term pengiriman, saya mendapat 3600 Euro. Uang sebanyak itu kalau dirupiahkan cukup banyak.

Tapi untuk biaya hidup di Belanda, khususnya di Rotterdam,  jumlahnya bisa dikatakan pas-pasan untuk biaya hidup. Tapi semuanya tergantung dengan gaya hidup masing-masing. Bagi yang pandai mengatur keuangan, uang sebanyak itu sudah lebih dari cukup.

Terus bagaimana dengan biaya akomodasi? Ckckck…. Ditanggung LPDP juga, kok!

Bayangkan, biaya kos-kosan saya yang paling tidak jika dirupiahkan sebesar 5 juta rupiah itu juga ditanggung LPDP. Rata-rata biaya kosan (tinggal di student housing) saya disana sekitar 7-8 juta rupiah per bulan.

Yang 5 juta rupiah itu waktu saya tinggal di ISR Rotterdam. Saya sempat tinggal di ISR selama total 2 bulan. Sisanya saya tinggal di student housing di Hatta Building (dalam area Erasmus Universiteit), dan numpang sementara di tempat tinggal teman asal Indonesia juga.

Kemudian apa lagi? Oh iya, biaya researchnya? Hmm… Sekali lagi, ditanggung LPDP!

Penelitian untuk tesis saya waktu itu lokasinya di Indonesia. Dan pastinya saya pulang ke Indonesia, karena harus mengumpulkan data dan interview langsung dengan stakeholders terkait. Mengumpulkan data langsung ke lokasi survey menurut saya lebih baik, karena kita bisa langsung paham dengan kondisi yang ada.

Tiket pulang pergi ke Indonesia waktu itu biayanya sekitar 7-8 juta rupiah. Tiket pesawat saya waktu itu booking sejak 6 bulan sebelum keberangkatan (Januari 2016), karena waktu itu waktu penelitian saya pada bulan Juli 2016. Jadi, pantas harga tiketnya jauh lebih murah dibanding tiket pesawat waktu saya berangkat ke Belanda.

Uang untuk membeli buku? Tentu saja ditanggung LPDP

Seingat saya, awardee waktu itu diberi uang buku beberapa juta rupiah, yang diberikan sekali selama periode studi. Uang tersebut digunakan untuk membeli buku, atau berlangganan jurnal, atau mungkin juga bisa dipakai untuk membeli software. Kembali kepada masing-masing awardee, bagaimana menggunakan uang tadi itu. Yang penting bertanggung jawab.

Komponen biaya apa lagi yah?

Aha!

Uang untuk membeli tiket pulang

Nah, ini seperti halnya tiket keberangkatan, juga ditanggung oleh LPDP. LPDP adalah pengelola beasiswa yang sangat profesional (sangat-sangat-sangat profesional) yang tidak hanya membayarkan tiket pesawat ke negara tujuan studi, tapi juga tiket pesawat untuk pulang kembali ke tanah air tercinta, Indonesia.

Skemanya, bisa request tiket ke LPDP, atau bisa juga dengan cara reimburse.

Waktu itu saya menggunakan skema reimburse, dimana saya sendiri yang membeli tiket pesawat dengan menggunakan uang hasil penghematan. Lalu kemudian memohon reimburse ke LPDP untuk penggantian uang pembeli tiket saya tadi.

Terakhir: uang kedatangan

Uang ini adalah uang yang diberikan oleh LPDP ketika kita sudah sampai di negara tujuan. Jumlahnya kalau tidak salah sekitar 2 kali uang bulanan kita. Sepertinya salah satu tujuan dana ini adalah antisipasi kebutuhan yang bersifat emergency. In case ketika butuh terjadi hal yang diluar perkiraan, dana ini bisa digunakan. Biasanya ada saja hal-hal yang terjadi diluar perkiraan dan keinginan kita, yang juga bisa berujung ke soal uang.

Dana ini sebaiknya digunakan secara bijak.

Kesimpulan

Dengan melihat banyaknya komponen biaya seperti:

  • uang pendaftaran visa
  • tiket pulang-pergi negara tujuan
  • biaya research
  • uang biaya hidup bulanan (sudah termasuk biaya tempat tinggal)
  • asuransi
  • uang kedatangan, dll.

Saya terus terang bisa menyimpulkan bahwa beasiswa LPDP adalah beasiswa yang terbaik. Dan rasanya, mendapat beasiswa ini adalah suatu kebanggaan tersendiri, karena telah melalui proses yang cukup panjang untuk meraihnya, dan butuh banyak usaha untuk menyelesaikan amanahnya.

Pengalaman meraih beasiswa ini adalah salah satu pengalaman terbaik dalam hidup saya.

Dan saya sangat salut dengan pengelola beasiswa LPDP, karena profesionalitas, dan kesabaran dalam meladeni para awardee-awardee yang jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu.

Tidak mudah untuk mengurusi awardee yang jumlahnya sebanyak itu, dengan masalah masing-masing.

Sekali lagi, saya merasa sangat bersyukur dan berterima kasih telah diberi beasiswa dan kesempatan berkuliah diluar negeri oleh LPDP.

Lalu…

Ketika ada yang bertanya tentang beasiswa yang terbaik?

Hands down. LPDP is the winner. No doubt! Anda bisa membandingkan dengan beasiswa-beasiswa lain.

Rasa hormat kami yang setinggi-tingginya untuk ibu Sri Mulyani, pak Lukmanul Hakim, pak Eko Prasetyo, pak Kahar, pak Kamil, bu Ratna Prabandari, segenap pimpinan dan staf Kementerian Keuangan atas segala usaha dan dukungannya untuk memajukan pendidikan di Republik Indonesia.

Segenap keluarga dan kawan-kawan kami juga menghaturkan banyak terima kasih kepada LPDP dan pengelolanya.

Tanpa beasiswa dari LPDP, saya hanya seorang pemimpi yang entah kapan bisa merealisasikan mimpi saya untuk sekolah keluar negeri.

Share the Post
Rizqi Fahma
Rizqi Fahma

I read, I write, I bike, I swim, but I don't smoke.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.