the-hobbit-an-unexpected-journey-3D-wallpaper

The Hobbit 3D, an Unexpected Journey. Berkesan!

My first 3D movie, ever!

Finally, oh akhirnya…. Saya menonton film 3D. kasihan? OK… OK… mungkin anda lebih dulu menonton film 3D. tapi tidak masalah, saya menonton film 3D pertama saya dengan film yang sudah cukup lama saya tunggu. You sudah baca judulnya kan? Yes, it is. The Hobbit, an Unexpected Journey versi 3D. penantian beberapa bulan ini sungguh sepadan lah dengan kesan dari film ini.

Yang bikin saya semakin penasaran dengan film ini, selain daripada trailernya adalah teknologi dibalik proses pembuatannya. Koran Tempo kemarin memuat tulisan yang membahas tentang teknologi serta teknik yang digunakan dalam pengambilan gambar film The Hobbit ini. Dan sudah pasti, itu semua tidak mudah, dan juga tidak murah. Konon kabarnya, satu biji kamera perekam gambar 3D yang digunakan sutradara Peter Jackson seharga dua puluh ribuan dolar lebih. Wajar lah dengan kualitas yang juga amazing.

the-hobbit-an-unexpected-journey-3D-wallpaper
The Hobbit

Disamping harga kamera, teknik pembuatan film ini katanya sangat rumit. Dan kalau tidak salah baca, pengambilan gambar adegan si Hobbit (Bilbo Baggins) dan Gandalf dilakukan secara terpisah untuk memberikan kesan si Bilbo nampak lebih kecil dan Gandalf lebih tinggi dari yang sebenarnya. Disitulah hebatnya aktornya, yang harus membayangkan kalau mereka seolah-olah saling bercakap-cakap langsung berhadapan satu sama lain. Padahal, ternyata tidak! Semuanya demi kesempurnaan efek 3D kepada penonton.

Ada juga yang tidak suka

Well, diluar daripada semua kelebihan film ini, ada juga beberapa orang yang menyatakan ketidaksukaannya pada film ini. Sorry, film 3D ini maksudnya. Why? Dari yang saya ketahui, beberapa penonton mengeluhkan perasaan mual dan pusing setelah menonton film 3D ini. Tentu saja film 3D bisa bikin kita pusing, secara bola mata kita dipermainkan dengan rekayasa optik, ditambah dengan kacamata “berlainan warna” satu sama lain itu. Sedangkan biasanya kita hanya menonton adegan 2D di layar, yang sama sekali tidak butuh kacamata 3D.

Kesan pada saya

To be honest, film-film karya Peter Jackson selalu menggugah hati saya. Mulai dari trilogi Lord of the Rings, King-Kong, sampai dengan The Hobbit ini. Rasa epic dari Lord of the Rings kembali menyala-nyala dalam film ini. Film ini memberikan banyak pelajaran hidup, baik tersurat ataupun tersirat dari adegan-adegannya. Dan tentunya, sang penulis, J.R.R. Tolkien yang juga merupakan penulis dari buku Lored of the Rings adalah seorang mastermind. Saya selalu percaya kalau tulisannya diilhami dari kisah nyata yang kemudian dia tuangkan secara epic. Sebut saja Lord of the Rings, yang terinspirasi dari peperangan yang pernah terjadi (kalau tidak salah Perang Dunia 1). Dan saya tahu itu, setelah menonton satu tayangan di TV beberapa tahun yang lalu mengenai J.R.R Tolkien dan buku Lord of the Rings nya.

Dan satu lagi, film The Hobbit ini belum benar-benar selesai. Masih akan ada kelanjutannya. Sang naga terbangun dari tidurnya di adegan terakhir film the Hobbit, an Unexpected Journey ini.

Share the Post
Rizqi Fahma
Rizqi Fahma

I read, I write, I bike, I swim, but I don't smoke.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.